Yang sedang ku pikirkan adalah orang yang dekat dengan ku. Bukan keluarga ku, karena papa dan mama ku, untungnya masih lengkap dan hubungannya masih harmonis. Meskipun terkadang ada riak, tetapi tidak semakin besar. Ya, sebatas bumbu dalam kehidupan, kata orang.
Kondisi ini semakin membuat ku berpikir dua kali, tidak seribu kali dalam menjalin hubungan yang lebih serius. Sesungguhnya, aku takut dalam berkomitmen. Aku lebih senang menjalin hubungan TTM --teman tapi mesra-- dibanding benar-benar serius untuk ke jenjang pernikahan.
Konflik pra nikah dan saat menikah tentu akan datang silih berganti. Sanggupkah aku akan melewati itu semua nanti? Buktinya, banyak yang gagal dalam menjalaninya. Perselingkuhan, penghianatan, pengorbanan. Aku tidak mau masuk ke dalam bagian itu.
Ya, Tuhan. Kalau memang nantinya aku akan menikah berikan yang seiman dan yang pasti yang mandiri dan sayang pada keluarganya. Kenapa? Kalau dia menyanyangi keluarganya, tentunya dia juga akan menyanyangi keluarga ku. Itu sudah pasti bukan?
Bagaimana dia bisa menghargai keluarga ku, kalau keluarganya sendiri tidak dihargai. Beda prinsip dan iman, tentunya akan sulit dalam menjalani hubungan yang lebih serius, apalagi dalam menjalin suatu ikatan yang sakral.
Aku juga sama seperti yang laen, ingin menikah sekali seumur hidup. Karena bagi ku, meskipun dianggap kuno kali. Menikah adalah hubungan yang sakral. Aku ingin nantinya, aku menikah di gereja diiringi musik yang khas dipernikahaan saat berjalan menuju althar dan pria --yang nantinya akan menjadi suami ku-- menunggu disana.
Berjanji akan selalu bersama disaat suka, duka, sedih, senang dan disaat sakit dan sehat. Sebuah janji yang diucapkan dihadapan Tuhan dan juga manusia, dimana yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, tidak bisa diputuskan oleh manusia.
Tetapi, apakah itu mungkin? Sejauh ini, beberapa kali menjalin hubungan selalu berbeda religion. Ku akui teman ku banyak dan sahabat ku dari kecil hingga saat ini usia ku sudah berada di 27 tahun --usia yang kata orang sudah matang untuk memiliki anak-- tetapi tidak untuk ku. Karena, aku --sejujurnya-- masih belum siap. Kebanyakan kawan ku berbagai agama, yang notabennya Islam. Itu, bukan suatu alasan untuk tidak berteman. Tetapi, untuk hubungan lebih serius tidak mungkin bukan?
Semakin mendapat kabar mengenai perceraian, dengan berbagai alasan antara lain, suami yang tidak perhatian, suami yang tidak peduli lagi pada keluarga hingga memutuskan untuk bercerai. Kenapa bisa begitu? Untuk apa pria mengajak menikah, kalau akhirnya ditelantarkan anak dan istrinya.
Mungkin bagi sebagian orang virgin sudah tidak terlalu penting. Tetapi, itu sangat penting bagi ku. Aku ingin semua perfect. Tentunya, aku tidak ingin --semua orang juga-- mempunyai calon suami yang terkena penyakit kelamin apalagi HIV/AIDS. Aku ingin semuanya bersih dan sehat baik secara rohani maupun fisik.
Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana keperawanan kawan ku hilang oleh suaminya, tetapi habis itu disia-siakan. Padahal menjaga agar tetap virgin di masa sekarang ini sangat sulit. Adilkah itu pada mereka yang hidupnya disia-siakan pria yang tidak bertanggung jawab? Aku tidak bisa menjawab, karena memang tidak ada jawaban untuk beberapa pertanyaan.
Sebagai manusia, kita hanya bisa berharap dan berdoa agar mendapatkan yang terbaik dari semuanya. --amin-- Meskipun terkadang, keinginan tidak bisa menjadi kenyataan seperti yang diharapkan. Tetapi setidaknya manusia kan bisa berharap dan berusaha.
Menjalin hubungan antar dua manusia yang berbeda jenis kelamin dan berniat untuk menjalin hubungan yang lebih serius tentunya membutuhkan kesiapan yang luar biasa. Karena mempersatukan dua kepribadian itu sangat lah tidak mudah...
Pada
5:55 PM
Jadilah orang pertama yang berkomentar!
You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health