Tadi pagi saya membaca buku, mengenai belajar berdoa dalam keluarga. . . Di dalam buku itu ada kisah mengenai keluarga yang memiliki dua anak laki-laki. Salah satu dari mereka berbuat salah. Namun, mereka berdua tidak mau mengaku.
Begitu ayah pulang dan si ibu menceritakan prihal itu. Lalu, ayah mengampiri kedua anaknya yang sedang duduk di ruang keluarga, tanpa berbicara satu kata pun. Si ayah, duduk dibawah. Sedangkan dua anaknya duduk diatas. Dengan lemah lembut, ayah menanyakan siapa yang melakukan itu. Keduanya sama-sama tidak mengaku, baik kakak maupun adik.
Terpaksa si ayah memilih salah satu diantara mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Lalu, dipilihlah si adik untuk bertanggungjawab menerima hukuman dipukul dan berdiam diri di dalam kamar. Pasalnya, karena dia masih kecil, pikir si ayah, kemungkinan besar, si adik yang berbuat ulah.
Keesokan harinya, pada saat sarapan, seperti biasa berdoa. Kali ini si adik mendapat giliran berdoa. Dalam doanya si adik memohon pengampunan pada ayahnya. ''Yesus ku, terimakasih. . . Karena Engkau menolong ku mengampuni ayah karena telah memukul ku tadi malam. Padahal, aku tidak melakukannya,''
Mendengar doa anak yang lebih muda, si ayah lalu memeluk si adik dan menyesal. Saat itu, si kakak merasa kesulitan. Karena telah berbohong dan membiarkan si adik menerima hukuman atas perbuatannya. Lalu si ibu datang dan memeluk kaka dan berdoa untuknya.
Menyadari kesalahannya, si kaka minta maaf kepada ibu, ayah dan adiknya. Karena perbuatannya berbohong.
Terkadang sebagai manusia, kita hidup dalam kepura-puran --walaupun menyebalkan, terpaksa dilakukan-- Dalam berbuat jujur ada harga yang harus dibayar, namun itu merupakan suatu permulaan yang lebih baik, bukan? Bila kita bersikap jujur itu akan meringankan beban kehidupan kan?
Pada
8:21 PM
Jujur emang bagai mutiara indah tp kadang sulit didapat.... bersinarlah orang yg mau jujur...
BalasHapusto pingin ngeblog
BalasHapusSetuju banget.. memang susah untuk jujur