Jaelan pulang sambil menangis. Tidak henti-hentinya bocah berusia lima tahun itu mengucek-ngucek matanya yang sembab. Ayah melihat putranya yang sedang menangis pun bertanya. "Ada apa Jaelan?"
Masih tersendu-sendu, ia pun menjawab "Gigi Jaelan patah, tetapi Jaelan sudah mencari tidak ketemu." Isaknya.
"Ya sudah tidak apa-apa," ayah menghibur Jaelan, "Nanti gigi yang patah akan tumbuh yang baru dan lebih sehat." Mendengar perkataan ayah, wajah Jaelan semakin cemberut. "Lho kenapa lagi?" Tanya ayah kian bingung melihat Jaelan.
"Bukan begitu, ayah."
"Terus, bagaimana?" Tanya ayah. "Bantu Jaelan sebelum makan malam. Jaelan harus menemukan gigi Jaelan."
"Baiklah," kata ayah sambil bangkit dari kursinya, "Tadi Jaelan kemana saja?"
"Tadi Jaelan hanya bermain disekitar halaman rumah." Mereka berdua pun mencari gigi Jaelan yang patah. Setiap sisi taman di halaman rumah mereka, tetapi mereka tidak menemukannya. Jaelan hampir kembali menangis, saat tidak mendapatkan giginya itu. "Memangnya, kenapa harus mencari gigi yang sudah lepas Jaelan?" Tanya ayah akhirnya.
"Kata teman Jaelan, Daniele waktu giginya patah. Dia simpan dibawah bantal, besoknya, dia mendapatkan uang dibawah bantal," jelas Jaelan sambil menghapus air matanya yang hampir jatuh. "Oh, begitu," kata ayah.
Jaelan mengangguk, "Bagaimana ini ayah, Jaelan tidak akan mendapatkan uang seperti teman Jaelan."
"Bagaimana ya," tanya ayah balik. Tidak lama kemudian ayah menjentikan jemarinya. "Ayah, ada ide." "Apa itu," tanya jaelan antusias.
"Bagaimana kalau Jaelan menulis surat pada ibu peri dan ditaruh dibawah bantal."
"Apa ibu peri bisa baca ayah?". "Tentu saja bisa." Jaelan tertunduk dan memainkan kaos bolanya yang berwarna merah. Tersirat keraguan untuk bertanya.
"Ayo masuk, ayah mau menyiapkan makan malam. Karena bunda masih keluar kota," ajak ayah, yang diikuti langkah kaki Jaelan. Usai makan malam, Jaelan menghampiri ayahnya yang sedang duduk di ruang TV sambil membaca korannya. "Ayah," kata Jaelan, saat berada di depan ayahnya. "Iya, ada apa?"
"Bisa bantu Jaelan menuliskan surat untuk ibu peri?"
"Oh, iya tentu saja."
Jaelan pun mulai merapat ke meja dan mengeluarkan selembar kertas dari kantong celananya. Mata Jaelan tertuju pada selembar kertas yang kosong. "Apa yang harus ditulis ayah," tanyanya bingung.
"Jaelan tuliskan saja kejadian waktu gigi Jaelan lepas," saran ayah.
Dear Ibu Peri
Jaelan minta maaf karena gigi Jaelan hilang, sewaktu bermain di taman. Ibu peri mau memaafkan Jaelan. Jangan lupa hadiah untuk Jaelan.
Terimakasih bu Peri. P.S Jaelan akan rajin sikat gigi.
"Wah, surat untuk ibu peri sangat bagus," ujar ayah bangga.
"Benar kah ayah?"
Ayah mengangguk, "Ayah rasa ibu peri akan memaafkan Jaelan dan memberikan Jaelan hadiah."
Jaelan pun tersenyum dan memeluk ayah. "Terimakasih ayah, Jaelan mau menaruh surat ini dibawah bantal," teriaknya kegirangan.
"Jangan lupa gosok gigi sebelum tidur," teriak ayah mengingatkannya.
"Iya ayah," balas Jaelan setengah berteriak.
Malam harinya, saat Jaelan tengah tertidur pulas. Sang ayah masuk ke dalam kamarnya diam-diam, sambil membawa dua lembar uang dan selembar kertas. Ayah lalu mengambil surat Jaelan untuk ibu peri dan menggantinya dengan kertas dan uang yang dibawanya.
Saat ayah keluar dari kamar putranya, ayah berpapasan dengan putrinya yang habis mengerjakan tugas di ruang perpustakaan.
"Ayah ngapain di kamar adik," tanyanya bingung.
Ayah hanya mengedipkan mata dan melipat kertas yang diambilnya dari kamar Jaelan. "Jangan lupa gosok gigi, sebelum tidur," kata ayah.
Dian hanya tersenyum, "Ya pasti donk ayah."
"Selamat malam," kata ayah sambil mencium kening putrinya dan membalas ciuman ayah dengan memeluknya erat.
Keesokan harinya, terdengar kehebohan di kamar Jaelan. Ayah dan kakak pun segera menuju ke kamar Jaelan.
"Ada apa?" Tanya kakak penasaran.
"Suratku hilang, tetapi aku tidak menemukan apa-apa," teriaknya histeris.
Kakak langsung memandang ayah dan semakin bingung melihat adiknya yang sudah mulai menangis.
"Coba cari yang benar, mungkin jatuh atau dibawah selimut," saran ayah.
"Sudah," teriaknya sedih.
"Pelan-pelan, cari dengan hati-hati."
Jaelan pun turun dari tempat tidurnya dan mulai menarik selimut dan bantal. Ia pun kembali berteriak tetapi teriakan kegembiraan." Ayah, aku kaya," teriaknya, saat ia menemukan uang dua lembaran sepuluh ribuan.
"Kenapa ada uang disitu?" Tanya kakak bingung.
"Ini uang dari ibu peri, gigi Jaelan kan lepas. Eh ada suratnya," pekiknya senang.
"Coba dibaca," ujar kakak penasaran.
"Dear Jaelan, jangan lupa untuk terus merawat gigi. Ibu peri memberi kado ini karena Jaelan rajin merawat gigi. Tertanda ibu peri."
Kakak pun teringat saat ia bertemu ayah tadi malam. Belum sempat kakak bertanya, ayah mengedipkan matanya dan mengajak kakak keluar untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah.
"Ini rahasia kita berdua," bisik ayah saat menutup pintu kamar Jaelan.
Kakak pun tersenyum, karena sudah pasti itu adalah ulah ayah dan bukan bu peri.
Pada
8:36 AM
Jadilah orang pertama yang berkomentar!
You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health