Ririn Sahabat Sejatiku
“Diana, tidak boleh seperti itu,” teriak bunda marah, saat melihat Diana tidak mempedulikan kedatangan Ririn, sahabat baru Diana.
“Aku tidak butuh teman,” sahut Diana sambil meninggalkan Ririn yang terpaku di depan pintu rumah Diana.
Ririn sahabat Diana, sejak ia pindah ke komplek Permata. Diana kesal dengan Ririn, Ririn melanggar janji yang sudah mereka rencanakan selama satu minggu. Mereka berencana menghabiskan akhir pekan dengan berenang. Tetapi Ririn, tidak kunjung datang.
“Maafin Diana ya Rin,” ujar tante Anggi, bunda Diana, “Dia masih ngambek.”
“Iya tante. Ririn kesini mau minta maaf. Karena tidak jadi datang untuk berenang bareng, tante Ririn sakit waktu itu,” tuturnya sedih.
“Ya sudah tidak apa-apa, tante mengerti. Nanti tante kasih tahu ke Diana. Bagaimana keadaan tantemu?
“Sudah baikan tante, kalau begitu saya pulang dulu ya.”
“Hati-hati di jalan ya,” tutur bunda Diana sambil menutup pintu, setelah Ririn meninggalkan perkarangan rumah mereka.
“Diana,” panggil bunda di depan pintu kamar putri tunggalnya, “Diana.”
“Iya bunda, masuk aja. Tidak dikunci,” teriak Diana dari balik kamarnya.
“Bunda, tidak suka melihat perbuatanmu tadi, sangat mengecewakan,” tegur bunda, saat melihat Diana duduk di meja belajarnya.
“Biarin aja, Ririn yang keterlaluan!”
Bunda menggelengkan kepalanya, “Tidak kamu yang keterlaluan. Tahukah kamu bahwa tante Ririn sakit?”
“Itu alasan Ririn saja!”
“Ya, sudah. Jangan sampai kamu menyesal.”
Sejak kejadian itu, Diana selalu menghindari Ririn, baik di sekolah dan di rumah. Ririn merasa kecewa dengan tindakan sahabatnya, tetapi Ririn mengerti Diana masih marah dan kecewa.
“Diana, Ririn datang,” panggil bunda di minggu pagi.
“Diana lagi sibuk, suruh lain kali saja Ririn datang,” teriaknya tanpa menemuinya.
“Maafkan Diana ya Rin, sudah seminggu ini tante perhatikan dia masih menghindari kamu. Padahal kamu sudah berusaha untuk berbaikan, tante kecewa dengan tindakan anak tante.”
Ririn tersenyum, “Tidak apa-apa tante, saya mau mengajak Diana berenang. Tetapi dia masih marah sama saya. Jadi, saya pergi sendiri saja.”
“Ya sudah hati-hati di jalan ya, tante juga mau pergi seharian ini. Karena ada pertemuan dengan beberapa teman tante.”
“Ririn, sudah pergi bunda?” tanya Diana sambil memperhatikan ruang tamu.
“Iya, Ririn sudah pergi berenang sendirian. Kenapa anak mama, masih bertindak seperti anak kecil?”
“Diana masih kecewa bun, Diana kesal!”
“Kesal boleh saja, asalkan jangan berlarut-larut. Bunda mau pergi seharian, bunda tidak sempat masak. Jadi ini uang Rp30 ribu, kamu nanti beli sarapan dan makan siang ya. Bunda mungkin pulangnya saat jam makan malam.”
“Oke bunda.”
Sepergian bunda, Diana menghabiskan uangnya untuk membeli makanan yang tidak sehat, coklat, ice cream dan berbagai macam snack. Sepanjang hari, ia hanya menghabiskan waktu membaca dan menonton. Hingga akhirnya, ia merasakan perutnya sakit. Sedangkan uangnya terisasa lima ribu.
Cuaca sedang mendung, Diana pergi meninggalkan rumah untuk membeli makanan di warung. Tetapi warung makanan di depan komplek tutup, sedangkan perut Diana semakin melilit kesakitan. Ditambah lagi hujan turun deras. Diana menangis di pinggir jalan, dibawah tetesan hujan yang kian deras.
Ririn yang baru pulang berenang melihat Diana dan menghampirinya. “Ada apa?” tanya Ririn.
Tetapi Diana hanya terus menangis dibawah hujan, Ririn yang saat itu membawa payung. Turut jongkok menungguin Diana yang terus menangis. Ririn pun memayungi Diana agar tidak kebasahan, karena hujan.
“Perut aku sakit, aku tidak ada makan seharian,” isak Diana, akhirnya.
“Ayo, aku antar pulang. Bundamu kemana?”
“Bunda baru pulang nanti malam,” jawab Diana sambil memegangi perutnya yang sakit.
Sesampainya di rumah Diana. Ririn melihat isi kulkas Diana tetapi tidak ada apa-apa. Karena bunda Diana belum belanja. Ririn pun segera meninggalkan Diana di dalam rumahnya dan Diana masih kesakitan. Rupanya, Ririn pulang mengambil dua bungkus indomie dan dua butir telur serta dua bungkus sereal coklat.
Melihat Ririn datang membawa bungkusan itu, Diana berkata “Aku tidak bisa masak.”
Ririn tersenyum, “Iya kamu tidak bisa masak, tetapi aku bisa masak lho.”
“Benar kah?” tanya Diana tidak percaya.
“Sejak kelas empat SD, tante aku mengajarkan aku cara memasak makanan yang sederhana.”
Diana memperhatikan Ririn menghidupkan kompor gas, Diana merasa takut jika kompor gas meledak seperti di berita televisi. Tetapi Ririn dengan cekatan merebus air panas dan menjadikannya dua cangkir sereal coklat dan dua mangkuk indomie rebus.
“Aku minta maaf Ririn, karena aku sudah bersikap kasar.”
“Iya, aku seharusnya memberitahukanmu kalau tanteku sakit, tetapi aku tidak sempat. Karena tanteku demam tinggi.”
“Kamu benar-benar sahabat sejati Rin, meskipun aku memusuhi kamu, tetapi kamu masih baik.”
Pada
8:49 AM
Jadilah orang pertama yang berkomentar!
You've decided to leave a comment – that's great! Please keep in mind that comments are moderated and please do not use a spammy keyword. Thanks for stopping by! and God bless us! Keep Creative and Health