Menikmatin
hidup dengan cara berbeda tidak pernah aku pikirkan. Aku memutuskan untuk
melakukan perjalanan seorang diri, selama beberapa minggu ke beberapa tempat di
Jawa, Lombok dan Bali, tepatnya di Desember 2014 lalu. Tidak terasa sudah
setahun sejak pertualangan itu berlalu tetapi jejaknya masih tertinggal di
hati. Ada banyak hal yang ingin aku bagi dan bingung, pilih yang mana? Karena
setiap tempat memiliki kesan yang berbeda dan semuanya menarik untuk
diceritakan.
Bromo, aku
hanya mengenalnya lewat cerita-cerita teman yang sudah berkunjung kesana,
tetapi belum pernah menginjakan kakiku untuk melihat pemandangan secara
langsung. Aku hanya bisa melihatnya melalui foto-foto teman yang sudah pernah
berkunjung kesana. Mereka menceritakan betepa menyenangkan camping atau sekedar
jalan-jalan bersama teman-teman mereka. Awalnya aku ragu memasukan list untuk
ke Bromo. Tetapi keraguan itu kuhilangkan. Kenapa tidak mencoba hal baru, pergi
ke Bromo yang berada di Probolingo.
Dengan berbekal informasi sedikit dan juga
beberapa petuah dari teman yang pernah kesana, jadilah aku berada di kereta api
kelas ekonomi menuju probolingo. Setiap kereta berhenti aku deg degan karena
takut stasiun yang seharusnya aku turun, aku kelewatan. Karena tidak adanya
pemberitahuan dari dalam kereta api. Jadi hal itu membuatku sedikit kepo,
selalu bertanya atau memastikan apa yang bisa kubaca. Syukurlah penderitaan di
dalam kereta api akhirnya berakhir, aku tiba di stasiun Probolingo. Segera aku
turun dari stasiun dan menanyakan pegawai kereta api ke arah terminal bus
Probolingo. Karena aku tau pasti, elf untuk membawaku ke Bromo ngetem di depan
terminal Probolingo.
Begitu
keluar dari stasiun, sambutan tukang becak, ojek untuk membawaku, kutolak
dengan halus. Karena memang dari awal aku ingin mencoba naik angkot saja, jika
angkot memang tersedia. Aku melihat jam, jam menunjukan pukul 04.40 aku makin
kuatir karena elf terakhir beroperasi tepat
pukul 05.00. Apalagi sempat terjadi kemacetan sedikit, akhirnya aku tiba juga
diterminal. bapak angkot sangat baik dia bertanya tujuanku dan menurunkanku
tepat di tempat pangkalan elf. Disana, aku melihat jam kurang dari jam 5.
Apakah masih ada elf disana? Ternyata masih ada, tetapi apakah elf itu
beroperasi, jika tidak berarti aku harus menginap di Probolingo semalam. Saat
aku turun, ada sedikit kelegaan karena melihat seorang bule disana, berarti ada
harapan bahwa elf itu akan berangkat. Kami sempat mengobrol dan berkenalan. Pria
itu berasal dari German, kami menunggu sampai 15 menit dan kemudian ada seorang
lagi yang datang, wanita cantik. Kami pun berkenalan dan akhirnya kami menunggu
sampai jam 05.30, tidak ada lagi yang datang. Terus, salah seorang supir menanyakan
untuk di sewa saja karena maksimal elf harus memuat orang. Terus aku merundingkan dengan mereka
bahwa elf akan berangkat bila kita membayar 500K dibagi tiga orang. Mereka
setuju, jadilah mobil itu berangkat berisikan kami bertiga. Pemandangan
disepanjang jalan mulai terasa gelap dan dingin. Aku menyukai itu, aku pun
segera menelepon papa mengabarkan bahwa aku sudah tiba di Probolingo dan sedang
menuju Bromo, sebelum sinyal ponsel menghilang.
Mereka
sedang karena ada aku, aku juga sedang karena ada mereka. Sehingga aku tidak
menghabiskan satu malam di Probolingo. Karena aku juga tidak tahu pasti harus
menginap dimana, begitu juga di Bromo. Setidaknya, mereka juga tidak membooking
penginapan. Awalnya mereka berniat untuk menginap di Lava Café tetapi supir elf
menyarankan kami menginap di tempat yang dekat dengan gerbang masuk bromo. Tawaran
itu pun kita terima dengan senang hati dan kami beruntung karena kami
mendapatkan kamar dengan harga murah plus ada hot shower untuk losmen dengan
dua kasur besar. Aku tidur dengan wanita asal Prancis dan pria german itu tidur
sendiri, kami pun bersiap-siap untuk bangun sekitar jam 2 dini hari. Mereka
cepat sekali tertidur dan sudah terdengar suara ngorok dari seberang tempat
tidur. Aku mencoba untuk tertidur dan akhirnya, suara membangunkanku dan
menyatakan kita harus bersiap untuk melakukan persiapan jika ingin jalan,
kebetulan aku sudah memesan ojek, jadi aku tidak bergabung dengan mereka.
Karena aku tahu fisikku dengan mereka berbeda.
Saat aku
menunggu ojek jemputanku datang, mereka balik ke tempat penginapan dan
menyatakan bahwa petugas loket hendak menyurangi mereka. Mereka meminta bantuan
padaku karena petugas loket tidak bisa berbahasa inggris. Terus, aku ikut
dengan mereka untuk membantuku sebisa mungkin. Petugas loket menyatakan bahwa
turis asing yang hendak masuk harus membayar 350K sedangkan dalam buku panduan
dan informasi dari internet, mereka seharusnya membayar 100K apalagi mereka
hanya berjalan kaki bukan dengan jeep, itu terlampau mahal kata mereka. Terus
aku menjelaskan, mereka menolak dan mencoba mencari alternatif lain. Kami pun
berpisah dan berjanji bertemu di home stay sekitar pukul 8.
Cuaca
dingin terus mengigit kulitku yang hanya memakai dua kaos dan jaket biasa.
Dingin menusuk tetapi aku bertahan untuk mencapai penanjakan satu. Ojekku
memiliki permasalahan dengan kakinya yang “tidak sempurna” tetapi aku berdoa
semoga perjalanan kami baik-baik saja, karena ngeri juga motor otomatik dibawa
ke jalan berpasir dan menanjak serta berliku. Puji Tuhan, sempat hampir
terjatuh karena motor tiba-tiba ngadat plus rintik hujan mengiringi. Entah apa
bisa melihat matahari terbit di penanjakan satu.
Sayangnya,
aku tidak beruntung menunggu mentari pagi bersinar. Padahal seumur hidup aku
paling susah bangun pagi dan hari itu aku bangun sebelum matahari menampakan
dirinya. Rupanya, kekecewaan untuk melihat matahari bersinar terbayarkan saat
kabut beranggsur-anggsur lenyap dan yang tadinya didepan mata gelap gulita.
Kini terlihat suatu pemandangan yang indah. Aku terpesona, takjub, luar biasa.
Aku hanya tersenyum senang, seperti anak kecil yang diperbolehkan makan ice
cream sebelum jam makan malam. Indah sekali dan membuat aku Speechless saat
melihat hal itu.
Tuhan luar
biasa menciptakan pemandangan yang indah itu. Aku hanya berdiam dan menikmatin
pemdangan itu, setelah puas aku pun melanjutkan ke kawah Bromo. Dari tempat
parkirkan sepeda motor, aku pun ditawarin naik kuda poni, aku menolak. Kemudian
dia menawarkan harga yang rasionable untuk PP. Kenapa tidak, pikirku. Naik kuda
untuk pertama kalinya dalam hidupku membuatku ketakutan, apalagi jalannya menanjak. Seperti naik permainan wahana roller coaster
dan itu menakutkan tanpa ada pengaman. Apalagi saat si kuda pup dan berhenti di
arena menanjak benar-benar membuat jantungan, tetapi semuanya sepadan dan
menyenangkan.
Namun untuk
melihat kawahnya aku urungkan karena terlalu ramai, padahal sudah ditengah
tangga. Soalnya sangking ramainya jalannya jadi seperti semut dan membuatku
kelelahan. Aku putuskan untuk menikmatin diseputaran tangga. Sepanjang mata
memandang adalah pemandangan yang menakjubkan. Sendirian dan bebas, aku
benar-bener merasa bebas dan kecil. Melihat gunung yang kokoh berdiri dan
besar, menggoda orang yang memiliki nyali untuk mencapai punck. Sungguh tidak
bisa digambarkan dengan kata-kata. Karena itu setiap momen paling indah
diabadikan dengan berfoto.
Apalagi
saat berada di pasir berbisik, aku pun tidak sengaja bertemu dengan teman
sekamarku. Kami pun berbincang-bincang sejenak. Seakan-akan tempat itu hanya
milik kami, karena memang Cuma kami yang berada disana. Amazing, itulah kata
yang kami bertiga ucapkan. Bagaimana mereka masuk tanpa membayar? Rupanya
mereka menggunakan ojek pemuda tempatan dan mereka membayar murah untuk melihat
kawah dan pasir berbisik. Kami pun berpisah disitu dan aku memberikan kunci
kamar kepada mereka sebelum aku pergi ke tempat tujuan terakhir. Bukit savana
atau padang rumput.
Sungguh
indah dan banyak kuda yang berkiaran disitu, asyik banget memandangin
pemandangan yang hijau dan aku bersyukur untuk merasakan langsung pengalaman
berada di Bromo dan tidak hanya mendengarkan kisah dari teman-teman saja.
Fantastik dan menyenangkan. Indonesia memang kaya akan alam, salah satunya
gunung bromo yang untuk pertama kalinya aku merasakan langsung “cerita”
nikmatnya pemandangan gunung. Bukan hanya nama gunung saja yang slalu aku lalui
saat lahir dan besar di Balikpapan, tetapi merasakan langsung melihat gunung
yang kokoh, besar dan arogan, penggoda.
Tidak ada
kata yang bisa kuucapkan saat terlibat langsung dengan cerita pengalaman berada
di Bromo, karena semuanya menakjubkan dan membuat aku Speechless dan juga
bahagia bertemu dengan petualang dari berbagai negara saat elf membawa kami
menurunin gunung bromo untuk kembali ke terminal Probolingo, dengan banyak
cerita dari mereka. Bahkan aku satu-satunya penumpang lokal di dalam elf,
karena sembilan lainnya dari negara berbeda, Rusia, Prancis, German, Malaysia,
Singapore dalam kesimpulan yang sama, Bromo adalah tempat yang layak untuk
dikunjungin dan pemberhentian berikutnya adalah Kawah Ijen.
Tulisan ini pernah diikut sertakan dalam lomba NG Travel, mudahan dilain kesempatan bisa beruntung untuk mendapatkan keberuntungan jalan-jalan gratis....
#Sayanguntukdibuang
Pada
12:32 PM
Wahh mba, keren jalan jalan sendirian dna ketemu temen baru.. Tapi antara sayang dan kesempatan juga sih buat pariwisata di Indonesia kalau harga tiket masuk wni dan wna dibedakan.. Mahal juga sih cuma masuk bromo aja 350K tanpa jeep pula.. Tapi ya semoga sebanding dengan yang di dapat. Good luck buat kompetisinya
BalasHapus