Dinolo dan Burung Kakak Tua
Madam Sofi
is Back. Madam Sofi adalah wanita yang baik dan memiliki kekuatan yang ajaib. Namun,
sayang belum seorang pun pernah melihat madam Sofi. Madam Sofi seperti
jelangkung. Datang tak diundang dan pulang tidak diantar. Kalau jelangkung kan
menyeramkan, kalau madam sofi bagaimana?
Masih ingat
tidak tentang cerita Impian Doris menjadi tupai beberapa minggu lalu. Kali ini
kisahnya mengenai Dinolo, anak laki-laki yang baru dibelikan burung kakak tua
oleh ayahnya. Karena Dinolo mendapat nilai baik di sekolahnya. Peringkat dua
besar di sekolah. Betapa senangnya Dinolo mendapatkan burung kakaktua yang dia
inginkan.
Dinolo
mengetahui burung kakaktua dari rumah temannya Al. Temannya memelihara burung
kakaktua dan pandai berbicara alias menirukan beberapa kata. Karena itu, Dinolo
meminta ayah untuk membelikannya. Ayah berjanji akan membelikannya kalau Dinolo
mendapat juara di kelas. Akhirnya, penantian panjang, Dinolo berhasil menjadi
juara di sekolah.
“Ayah, aku
mau yang itu,” teriak Dinolo senang, saat ia pergi ke PET Shop. Disana ada
banyak burung yang dijual.
Saat Dinolo
melihat burung kakak tua berwarna putih dan berjambul. Dinolo langsung teringat
burung kakaktua milik Al.
“Apa kamu
yakin?” tanya ayah.
“Iya ayah. Aku
yakin, aku akan merawatnya dengan baik,” seru Dinolo tidak sabar.
Ayah akhirnya
membelikan seekor burung kakaktua seperti yang diinginkan Dinolo. Dalam perjalanan
pulang Dinolo tidak sabar untuk melatih burung kakaktuanya.
***
Baru seminggu
memelihara burung kakaktua, Dinolo sudah bosan dan kesal. Karena burung
peliharaannya tidak pandai berbicara.
“Dinolo,
kamu sudah memberi makan burungmu?” tanya ayah.
“Sudah,”
jawab Dinolo berbohong.
“Baiklah, memelihara
binatang itu sangat berat dan harus diurus dengan sangat baik,” ujar ayah
mengingatkan.
“Iya, sudah
tahu,” ujarnya sambil masuk ke dalam kamar.
Dinolo memandang
burung kakaktuanya. “Dasar burung bodoh, bicara saja tidak bisa. Satu kata saja
tidak bisa kamu tiru,” teriak Dinolo pada burung kakaktua yang hanya diam saja.
Dinolo tertidur
dengan perasaan kesal. Dari kejauhan Madam Sofi memperhatikan burung kakaktua
yang tidak terurus dengan baik. Ia merasa kecewa dengan prilaku Dinolo yang
tidak menyayangi binatang peliharaannya. Lalu, dengan sedikit sihir Madam Sofi membawa
Dinolo yang sedang tertidur.
Saat terbangun,
betapa terkejutnya Dinolo. Ia berada di dalam kandang dan seorang anak yang
berusia sekitar 16 tahun sedang memarahinnya.
“Ayo cepat
tirukan kataku, Makan,” seru anak itu.
Dinolo yang
masih dalam keadaan bingung, tidak bisa berkata apa-apa. Saat itu, Dinolo
merasakan sakit yang luar biasa pada sayapnya. Ia dipukul oleh anak itu.
“Makan,”
serunya lagi.
Dinolo
tetap tidak bisa berkata apa-apa, ia menjerit minta tolong tetapi suara yang
keluar kuak kuak, hanya cicitan suara burung.
“Karena
kamu masih bodoh. Tidak ada makanan untuk kamu,” ujarnya meninggalkan Dinolo.
Dinolo yang
masih bingung dan merigis kesakitan. “Apa yang terjadi padaku?” serunya. Ia mencoba
melihat dan ia mendapatkan pantulan bayangan bahwa dirinya telah menjadi burung
kakaktua.
Hari Pertama
Dinolo
hanya meratapin nasibnya kenapa menjadi burung kakaktua. Mungkinkah ia sedang
bermimpi buruk? Dinolo mencoba memejamkan matanya kembali, tetapi saat ia
membukanya lagi, ia masih berada di tempat yang sama.
“Dasar
burung pemalas,” ujar anak laki-laki yang tiba-tiba berada dihadapannya.
Dinolo
benar-benar ketakutan. Ia masih merasakan sayapnya yang sakit akibat pukulan. Ia
merasa sangat takut. “Coba katakan lagi MA..KAN,” serunya.
Dinolo
membuka mulutnya tetapi suaranya tidak keluar. Mata anak itu semakin melotot
dan perut Dinolo berbunyi karena ia belum makan, ia merasa lapar dan haus
tetapi ia hanya bisa berkuak-kuak tanpa dipahami si anak.
“Bisanya cuma
ribut saja, bilang Makan baru kamu dapat makan,” serunya sambil mengambil
makanan tetapi tidak diberikan ke Dinolo tetapi di buang ke tempat sampah.
Dinolo
hanya bisa berteriak dan yang keluar hanya suara burung kakaktua yang
berkoak-koak.
“Ckckcck
siapa bilang burung kakaktua itu pintar. Ini burung terbodoh yang aku punya,”
ejek anak laki-laki itu. Ia pergi meninggalkan Dinolo yang kelaparan dan
kehausan.
“Tolong
aku,” teriak Dinolo, tetapi yang keluar hanya jeritan burung kakaktua.
Tiba-tiba
saja di depannya muncul seorang wanita cantik. “Bagaimana keadaanmu?” tanyanya.
“Aku lapar,
tolong aku. Aku manusia,” ujar Dinolo ketakutan.
“Burung koq
mengaku manusia,” ujar wanita cantik itu.
“Aku
sungguh-sungguh manusia. Aku tidak tahu kenapa aku berubah menjadi burung,”
seru Dinolo.
“Itu karena
aku mengubahmu,” ucap wanita cantik itu.
“Kamu,
Madam Sofi?” tanya Dinolo tidak percaya, didepannya berdiri wanita cantik
berambut panjang dengan warna merah dan mata biru yang bening.
“Kenapa,
aku diubah menjadi burung?” tanya Dinolo tidak percaya.
“Kamu akan
dihukum selama satu minggu, empat hari di tempat ini dan tiga hari di tempat
Al. Jadi siapkan saja dirimu,” ujar Madam Sofi dan menghilang.
Dinolo
merasa sedih setelah kepergian Madam Sofi. Apakah aku bisa bertahan selama
empat hari disini? Ini masih beberapa jam, Dinolo sudah tidak kuat. Apalagi sampai
empat hari menjadi burung? “Kenapa, apa salahku?” seru Dinolo tidak percaya.
Bersambung,
ternyata jadinya panjang banget, apalagi masih ada tujuh hari kehidupan Dinolo
menjadi burung kakaktua. Ayo, siapa disini yang memiliki binatang peliharaan? Apakah
adik-adik menyayangi binatang peliharaannya dengan baik? Jangan sampai ketemu
dengan Madam Sofi ya. Tunggu cerita selanjutnya minggu depan. Dijamin,
kehidupan Dinolo pasti penuh warna seperti hujan dan pelangi.
Salam dan
selamat akhir pekan.
Pada
3:26 PM
Mbak, terkesan dengan nama tokohnya, Dinolo...
BalasHapusMadam Sofi kayak jalangkung? hihihi ngeri :)
Kutunggu lanjutannya..
Ya namanya kalau dipikir1 ko jadi seperti Dinosaurus ya hahaha
BalasHapusYa mbak, gak tau koq jadi dikit "horor" nulisnya. Habis Madam Sofie itu sukanya datang tiba2 seh dan ilang tanpa ada orang tahu. Misteri madam haha
mmmmm masih nggak bosan nulis terus
BalasHapus